Kisah Kontroversi Permigan

 

PT Pertamina (Persero) pernah mempunyai saingan namanya Perusahaan Negara Pertambangan Minyak serta Gas Nasional (P.N Permigan). Permigan dibangun oleh Menteri Perindustrian Fundamen serta Pertambangan (Perdatam) Chairul Saleh untuk menyaingi tentara serta untuk konsesi untuk Partai Komunis Indonesia (PKI).

Permigan memperoleh konsesi di Cepu yang memiliki kantor pusat serta kilang minyak, Kawengan, dan

agen slot online terpercaya Ledok yang membawahi kilang-kilang Nglobo, Semanggi, serta Wonocolo. Daerah itu terdapat di salah satunya wilayah di Indonesia yang sangat miskin serta condong komunis.

Diambil dari beberapa sumber, kejadian itu tidak lepas dari kehadiran buruh minyak Cepu yang terhimpun dalam Serikat Buruh Minyak (SBM). Beberapa dari seputar 1.200 buruh minyak Cepu ialah anggota SBM.

Saat PKI membangun kantor pusat SBM di Yogyakarta pada 1947, arah politik SBM makin jelas. Pada tengah 1948, hampir setengah buruh Cepu jadi anggota SBM yang memberikan dukungan Front Demokrasi Rakyat (FDR), kombinasi partai serta organisasi kiri, diperintah Amir Sjarifuddin.

Tempat SBM yang kuat serta dibantu barisan kiri menyulitkan tentara untuk mengatur Cepu. Saat Kejadian Madiun pecah pada September 1948, SBM Cepu jadi simpatisan pergerakan PKI di Madiun yang diperintah oleh Musso.

Beberapa waktu sesudah pertarungan, catat Anderson, pemberontak lokal serta kira-kira seperlima anggota SBM masuk serta menempati kilang Cepu. Disana mereka menanti kehadiran unit militer lain untuk masuk. Rupanya, pasukan pemerintah datang terlebih dulu. Sebelum menyerah, beberapa pemberontak merusak banyak perlengkapan kilang.

Saat agresi militer Belanda II, rupanya Belanda tidak menimbang jika Cepu pantas untuk diperjuangkan. Sampai kebun minyak di Cepu juga tidak terurus.

Keadaan di Cepu digunakan Nirwono Judo, seorang tokoh SBM serta pengacara prokomunis. Ia membuat Perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia (PTMRI) untuk mengurus tambang minyak disana. Pada Januari 1951, ia memberikan tambang minyaknya pada seorang asisten serta pergi ke Sumatra Utara untuk ambil-alih tambang minyak disana dengan fakta gagasan penyatuan.

Pada 1953, Nirwono Judo dipilih untuk pembantu Menteri Perekonomian Iskaq Tjokrohadisurjo yang mengkoordinasi permasalahan perminyakan. Di Sumatra Utara, ia mengatasi tambang minyak yang diperebutkan dua barisan: Aceh oleh Abdul Rachman serta Langkat oleh Djohan, sisa pegawai Shell. Ia mengubah Abdul Rachman dengan ketua cabang Persatuan Buruh Minyak (Perbum) Aceh, Bachtiar Ali. Ia mengeluarkan Djohan serta kepala-kepala seksi, dan beberapa pekerja pendukungnya.

Kemudian, Nirwono Judo merencanakan mengekspor minyak mentah ke Singapura. Tetapi, Menteri Perdagangan serta Industri Sumitro Djojohadikusumo, kerja sama juga dengan Gubernur Sumatra Utara yang baru diambil Abdul Hakim, gagalkan gagasan itu.

Pada Maret 1957 pemerintah memberitahukan negara pada kondisi genting perang (SOB) sebab berlangsung gejolak di beberapa wilayah. Setengah kekuasaan negara ada di tangan tentara. Tentara ambil-alih tambang minyak Sumatra Utara, yang selanjutnya diurus Pertambangan Minyak Nasional (Permina).

Pengambil-alihan tambang minyak di Sumatra Utara oleh tentara dipandang menyakitkan hati barisan kiri. Mereka fokus di Jawa Tengah serta mendapatkan konsesi dari pemerintah untuk mengurus tambang minyak di Jawa Tengah.

Pemerintah lewat Menteri Perindustrian Fundamen serta Pertambangan (Perdatam) selanjutnya membangun Permigan yang diperintah Nirwono Judo untuk presiden direktur.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *